Membuka Potensi Raksasa Ekonomi Biru Indonesia, Ini Kunci Suksesnya
Di tengah perbincangan mengenai ekonomi nasional yang seringkali didominasi oleh sektor darat, ada “raksasa tertidur” yang potensinya luar biasa besar. Sektor ini belum sepenuhnya terbangun: sektor ekonomi biru (blue economy). Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia sesungguhnya memegang kunci masa depan kemakmurannya di dalam birunya samudra.
Namun, potensi raksasa ini masih menghadapi berbagai tantangan kompleks yang membuatnya belum bisa berlari kencang. Pengelolaan yang belum optimal, praktik yang tidak berkelanjutan, dan kurangnya inovasi teknologi menjadi beberapa penghambat utama. Kini, di tengah tuntutan pembangunan ekonomi pasca-pandemi dan tantangan perubahan iklim, seruan untuk memperkuat laju ekonomi biru menjadi semakin mendesak. Ini bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan strategis untuk masa depan Indonesia.
Apa Itu Ekonomi Biru? Lebih dari Sekadar Ikan
Pertama, mari kita samakan persepsi. Ekonomi biru bukanlah sekadar istilah lain untuk perikanan. Konsep ini jauh lebih luas. Ekonomi biru adalah sebuah pendekatan pembangunan ekonomi yang secara cerdas dan berkelanjutan memanfaatkan semua sumber daya yang berasal dari laut dan pesisir. Tujuannya tidak hanya untuk menghasilkan keuntungan ekonomi (profit), tetapi juga untuk menjaga kesehatan ekosistem laut (planet) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir (people).
Cakupannya sangat luas, meliputi:
- Perikanan Tangkap dan Budidaya (Akuakultur) yang berkelanjutan.
- Pariwisata Bahari yang bertanggung jawab.
- Energi Terbarukan Laut seperti energi arus laut dan angin lepas pantai.
- Bioteknologi Kelautan untuk farmasi dan kosmetik.
- Transportasi Laut dan industri perkapalan.
- Jasa Ekosistem seperti penyerapan karbon oleh hutan mangrove dan terumbu karang.
Potensi yang Luar Biasa, Realita yang Belum Optimal
Potensi ekonomi biru Indonesia secara teoretis sangatlah masif. Garis pantai kita adalah yang terpanjang kedua di dunia, dan kita berada di jantung Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Namun, realitanya, kontribusi sektor kelautan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih relatif kecil.
Banyak masalah klasik yang masih menghambat, seperti overfishing (penangkapan ikan berlebih) di beberapa wilayah, praktik penangkapan yang merusak (bom dan sianida), polusi plastik yang masif, serta infrastruktur pelabuhan dan rantai dingin (cold chain) yang belum merata. Akibatnya, potensi besar ini belum berhasil diterjemahkan menjadi kesejahteraan yang merata bagi 290 juta penduduk Indonesia.
Strategi Kunci untuk ‘Membangunkan’ Sang Raksasa
Untuk memperkuat laju ekonomi biru, diperlukan sebuah pendekatan yang terintegrasi dan tidak lagi parsial. Berikut adalah beberapa strategi kunci yang harus menjadi prioritas.
1. Perikanan Berbasis Data dan Keberlanjutan Kita harus beralih dari model “keruk habis” ke perikanan yang terukur dan berbasis sains. Pemerintah, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), harus terus memperkuat sistem kuota penangkapan yang didasarkan pada data stok ikan yang akurat. Investasi pada teknologi pemantauan kapal dan penegakan hukum di laut untuk memberantas illegal fishing adalah mutlak.
2. Hilirisasi dan Peningkatan Nilai Tambah Jangan lagi hanya menjual ikan mentah. Kita harus mendorong tumbuhnya industri pengolahan hasil laut modern yang mampu menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
3. Investasi pada Infrastruktur dan Teknologi Pembangunan pelabuhan modern, fasilitas cold storage di sentra-sentra nelayan, dan adopsi teknologi (seperti aquatech untuk budidaya) akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi tingkat kerusakan pasca-panen. Investasi di sektor ini sangatlah krusial. Prospek investasi di sektor-sektor fundamental seperti ini juga seringkali menjadi sentimen positif di pasar modal. Di saat investor asing mungkin keluar-masuk, kekuatan investor domestik yang melihat potensi jangka panjang, seperti yang terlihat pada ketahanan IHSG pekan ini, menjadi sangat penting.
4. Mengembangkan Pariwisata Bahari yang Bertanggung Jawab Indonesia memiliki “surga-surga” seperti Raja Ampat, Labuan Bajo, dan Wakatobi. Pengembangan pariwisata di area ini harus berbasis pada prinsip ekowisata, yang memprioritaskan konservasi dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat lokal, bukan hanya investor besar.
Untuk mendapatkan data dan laporan mendalam mengenai potensi dan kebijakan ekonomi biru di tingkat global, sumber-sumber dari lembaga internasional seperti The World Bank – Blue Economy (https://www.worldbank.org/en/topic/blue-economy) adalah rujukan yang sangat komprehensif.
Lautan Adalah Masa Depan Kita
Pada akhirnya, memperkuat laju ekonomi biru adalah sebuah keniscayaan bagi Indonesia. Ini adalah tentang mengubah cara pandang kita, melihat lautan bukan lagi sebagai “halaman belakang”, melainkan sebagai “halaman depan” dari kemajuan bangsa. Potensinya ada di sana, sangat besar dan menunggu untuk dioptimalkan dengan cara yang cerdas dan berkelanjutan. Dengan kebijakan yang tepat, investasi yang terarah, dan partisipasi aktif dari masyarakat, lautan Indonesia tidak hanya akan menjadi sumber pangan, tetapi juga sumber energi, pariwisata, dan inovasi yang akan membawa Indonesia melompat ke level negara maju. Masa depan Indonesia ada di laut.