Apa Itu Truth Social, Platform Trump Puji-Puji Prabowo
Dunia politik dan media sosial Indonesia pada pertengahan Juli 2025 ini sedikit dihebohkan oleh sebuah unggahan dari salah satu figur paling terkenal sekaligus kontroversial di dunia: Donald Trump. Mantan Presiden Amerika Serikat tersebut, melalui akun resminya, memberikan pujian hangat kepada Presiden Indonesia, Prabowo Subianto. Namun, yang lebih menarik perhatian banyak orang bukanlah isi pujiannya, melainkan platform tempat ia mengunggahnya. Bukan di X (sebelumnya Twitter) atau Facebook, melainkan di sebuah platform bernama Truth Social.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, nama Truth Social mungkin masih terdengar asing. Namun, di lanskap politik Amerika Serikat, platform ini adalah sebuah benteng digital dan “megafon” utama bagi Donald Trump dan para pendukungnya. Kemunculan nama Presiden Prabowo di platform ini sontak membuatnya menjadi perbincangan. Apa sebenarnya Truth Social itu? Mengapa ia diciptakan, dan apa perannya di tengah riuhnya dunia digital yang terpolarisasi?
Lahir dari ‘Pemblokiran’: Misi dan Filosofi di Balik Truth Social
Untuk memahami Truth Social, kita harus kembali ke peristiwa bersejarah di awal tahun 2021. Pasca kerusuhan di Gedung Capitol AS pada 6 Januari, platform-platform media sosial raksasa seperti Twitter, Facebook, dan Instagram mengambil langkah drastis dengan menangguhkan secara permanen akun milik Donald Trump, yang saat itu masih menjabat sebagai presiden. Mereka menilainya telah melanggar kebijakan mereka terkait hasutan kekerasan. Langkah ini secara efektif membungkam kanal komunikasi utama Trump yang memiliki puluhan juta pengikut.
Dari “pemblokiran” inilah lahir gagasan untuk menciptakan sebuah platform alternatif. Truth Social diluncurkan pada awal 2022 oleh Trump Media & Technology Group (TMTG) dengan satu misi utama yang selalu mereka gaungkan: menjadi platform yang pro-“kebebasan berbicara” (free speech). Mereka memposisikan diri sebagai antitesis dari apa yang mereka sebut sebagai “tirani Big Tech” di Silicon Valley, yang dianggap terlalu liberal dan sering melakukan sensor terhadap suara-suara konservatif. Platform ini dirancang untuk menjadi “rumah” baru bagi Trump dan para pendukungnya yang merasa “diasingkan” dari media sosial arus utama.
Bagaimana Cara Kerjanya? Fitur dan Tampilan yang Sangat Familiar
Jika Anda pernah menggunakan Twitter beberapa tahun yang lalu, maka Anda akan langsung merasa familiar saat membuka Truth Social. Desain antarmuka, tata letak, dan fitur-fitur dasarnya dibuat sangat mirip, sebuah langkah yang disengaja agar para pengguna (terutama Trump sendiri) bisa beradaptasi dengan mudah.
Ada beberapa istilah khusus yang mereka gunakan:
- “Truth” (Kebenaran): Ini adalah sebutan untuk sebuah postingan, sama seperti “Tweet” di Twitter/X.
- “ReTruth”: Ini adalah fitur untuk membagikan ulang postingan orang lain, sama persis seperti “Retweet”.
- “Truth Feed”: Ini adalah sebutan untuk linimasa atau timeline Anda.
Selain itu, fitur-fitur standar seperti mengikuti (follow) pengguna lain, mengirim pesan langsung (direct message), dan mengunggah foto serta video juga tersedia. Pada dasarnya, ini adalah sebuah klon fungsional dari Twitter yang ditujukan untuk audiens yang sangat spesifik.
Gelembung Gema (Echo Chamber) dan Perannya di Panggung Politik
Sejak diluncurkan, Truth Social secara de facto telah menjadi corong pribadi bagi Donald Trump. Di sinilah ia mengumumkan pandangan politiknya, mengkritik lawan-lawannya, dan berkomunikasi langsung dengan basis pendukungnya yang paling loyal tanpa filter dari media arus utama. Namun, karakteristik ini juga yang membuatnya menuai banyak kritik.
Karena basis penggunanya yang sangat homogen secara ideologis (mayoritas pendukung Trump dan kaum konservatif Amerika), platform ini sering disebut sebagai “gelembung gema” atau echo chamber. Di dalamnya, sebuah opini akan terus-menerus dipantulkan dan diperkuat oleh para pengguna lain yang memiliki pandangan serupa, sementara pandangan yang berbeda atau bertentangan nyaris tidak ada. Hal ini berisiko memperkuat polarisasi dan membuat penggunanya semakin terisolasi dari realitas atau perspektif di luar “gelembung” mereka.
Meskipun memiliki basis pengguna yang sangat loyal dan aktif, Truth Social, sebagai sebuah platform teknologi, juga menghadapi tantangan besar untuk bisa berkelanjutan secara bisnis dan bersaing dengan raksasa lain. Perjalanannya menjadi studi kasus menarik di tengah ketatnya persaingan media sosial. Ini mengingatkan kita pada nasib 10 startup di Indonesia yang bangkrut, yang membuktikan bahwa basis pengguna yang loyal saja terkadang tidak cukup tanpa model bisnis yang solid dan kemampuan untuk berekspansi melampaui ceruk pasarnya.
Peran Truth Social dalam lanskap media dan politik Amerika telah menjadi subjek analisis yang mendalam. Media berita internasional seperti Reuters secara rutin meliput perkembangan bisnis dan pengaruh politik dari Trump Media & Technology Group (TMTG), perusahaan di balik platform ini.
Truth Social” Sebuah Megafon Polarisasi Politik di Era Digital yang
Pada akhirnya, Truth Social adalah sebuah fenomena yang lahir dari rahim konflik politik dan perpecahan di era digital. Ia adalah produk dari era di mana media sosial tidak lagi hanya menjadi tempat untuk terhubung dengan teman, tetapi telah menjadi medan pertempuran ideologi. Unggahan Donald Trump yang memuji Presiden Prabowo adalah contoh bagaimana platform ini digunakan sebagai alat diplomasi publik versinya sendiri, yang ditujukan langsung kepada para pengikutnya. Ini adalah cerminan dari dunia kita yang semakin terfragmentasi, di mana setiap kelompok bisa memilih “kebenaran” dan realitasnya sendiri. Dan di dalam “dunia” ciptaannya itu, Donald Trump adalah raja yang tak terbantahkan.