Home > Berita Viral > Bagaimana Cara Mengubah Data Jadi Cuan di Era Digital?

Bagaimana Cara Mengubah Data Jadi Cuan di Era Digital?

///
Comments are Off

Bagaimana Sebuah Data Bisa Jadi Cuan Menjanjika di Era Digital?

Anda bangun di pagi hari, mengecek notifikasi Instagram. Dalam perjalanan ke kantor, Anda mengandalkan Google Maps untuk mencari rute tercepat. Saat istirahat makan siang, Anda menonton video rekomendasi di YouTube. Semuanya terasa begitu mudah, mulus, dan yang terpenting, “gratis”. Namun, pernahkah Anda berhenti sejenak dan berpikir: jika sebagian besar layanan digital terbaik di dunia ini gratis, dari mana perusahaan-perusahaan raksasa seperti Meta (Facebook, Instagram) dan Alphabet (Google) mendapatkan pendapatan triliunan rupiah dengan mengubah data jadi cuan setiap tahunnya?

Jawabannya tersembunyi di dalam sebuah pepatah terkenal di Silicon Valley: “If you’re not paying for the product, you are the product.” (Jika Anda tidak membayar untuk produknya, maka Anda adalah produknya). Di era digital, aset paling berharga bukanlah lagi gedung atau pabrik, melainkan sesuatu yang tak kasat mata: data. Setiap klik, setiap like, setiap pencarian, dan setiap lokasi yang Anda bagikan adalah kepingan data yang jika dikumpulkan dan diolah, bisa diubah menjadi keuntungan. Inilah cara bagaimana data jadi cuan.

 

‘Data Adalah Minyak Baru’: Memahami Nilai Aset Tak Kasat Mata Ini

Analis Clive Humby pada tahun 2006 pertama kali mencetuskan ungkapan “Data adalah minyak baru” (Data is the new oil). Analogi ini sangatlah tepat. Sama seperti minyak mentah yang harus diolah di kilang untuk menjadi bensin yang bernilai, data mentah (misalnya, catatan bahwa Anda baru saja mencari “kafe di Bandung”) tidak terlalu berharga. Nilai sesungguhnya baru muncul setelah data tersebut dikumpulkan dalam skala masif, diolah, dianalisis, dan “dimurnikan” menjadi sebuah insight atau wawasan yang bisa ditindaklanjuti.

Wawasan inilah yang menjadi komoditas paling dicari di dunia bisnis modern. Wawasan tentang apa yang disukai oleh kelompok demografi tertentu, kapan waktu terbaik untuk menjual sebuah produk, atau tren apa yang sedang naik daun. Perusahaan yang memiliki data paling lengkap dan kemampuan terbaik untuk mengolahnya adalah perusahaan yang akan memenangkan persaingan.

 

Pabrik Pengolahan Data: Bagaimana ‘Minyak Mentah’ Diubah Jadi Produk?

Proses mengubah data jadi cuan bisa diibaratkan seperti sebuah pabrik pengolahan.

Tahap 1: Pengumpulan (Collection) Data mentah dikumpulkan dari setiap interaksi Anda. Sumbernya ada di mana-mana: riwayat pencarian Anda, video yang Anda tonton, lokasi yang Anda kunjungi, teman yang Anda ikuti, hingga data biometrik. Bahkan perangkat yang kita kenakan, seperti smartwatch CMF Watch 3 Pro yang melacak detak jantung dan pola tidur kita, menjadi sumber data kesehatan yang sangat berharga.

Tahap 2: Pengolahan dan Analisis (Refining) Data mentah yang terkumpul kemudian “dimurnikan”. Data dibersihkan, dikelompokkan, dan dianalisis menggunakan algoritma machine learning yang sangat canggih. Dari proses inilah lahir sebuah “profil digital” untuk setiap pengguna. Misalnya: “Pria, usia 25-30 tahun, tinggal di Bandung, tertarik pada sepak bola, sering mengunjungi situs travel, aktif antara jam 7-10 malam.”

Tahap 3: Monetisasi (Monetization) Setelah profil ini terbentuk, barulah proses monetisasi bisa berjalan. Ada tiga cara utama yang digunakan oleh perusahaan teknologi.

 

Tiga Cara Utama Mengubah Data Jadi Cuan

1. Iklan Tertarget (Targeted Advertising) Ini adalah model bisnis yang paling umum dan paling menguntungkan, menjadi tulang punggung bagi Meta dan Google. Penting untuk dipahami: mereka tidak menjual data pribadi Anda (seperti nama atau nomor telepon) kepada pengiklan. Sebaliknya, mereka menjual akses kepada audiens yang sudah tersegmentasi.

  • Cara Kerjanya: Sebuah merek sepatu olahraga datang ke Instagram dan berkata, “Saya ingin iklan saya dilihat oleh wanita di Indonesia, usia 18-25 tahun, yang mengikuti akun-akun fitness dan tertarik pada yoga.” Instagram kemudian akan menggunakan profil data yang sudah mereka bangun untuk menampilkan iklan tersebut hanya kepada audiens yang sesuai dengan kriteria, membuat iklan menjadi jauh lebih efektif dan efisien.

2. Penjualan Insight dan Analisis Data (Data Insights & Analytics) Cara kedua adalah dengan menjual wawasan atau tren dari data yang sudah diagregasi dan dianonimkan. Artinya, semua identitas pribadi sudah dihapus.

  • Cara Kerjanya: Sebuah perusahaan pengembang properti ingin membangun mal baru. Mereka bisa membeli data (yang sudah dianonimkan) dari operator telekomunikasi untuk melihat pola pergerakan dan kepadatan orang di berbagai lokasi di sebuah kota. Data ini membantu mereka memutuskan di mana lokasi terbaik untuk membangun mal tersebut. Di sini, yang dijual bukanlah “data Anda”, melainkan “pola perilaku kolektif”.

3. Peningkatan Produk dan Layanan (Product/Service Improvement) Ini adalah cara monetisasi yang lebih tidak langsung. Data pengguna digunakan untuk membuat produk itu sendiri menjadi lebih baik, lebih personal, dan lebih “lengket”, sehingga pengguna akan terus memakainya (dan terus menghasilkan data).

  • Cara Kerjanya: Netflix menganalisis data tontonan miliaran jam dari penggunanya untuk memutuskan serial atau film baru apa yang harus mereka produksi. Spotify menggunakan riwayat lagu yang Anda dengarkan untuk membuat playlist mingguan “Discover Weekly” yang terasa sangat personal, membuat Anda enggan untuk berhenti berlangganan. Google Maps menggunakan data lokasi real-time dari jutaan penggunanya untuk bisa memberikan informasi lalu lintas yang akurat.

 

Etika dan Privasi: Sisi Gelap dari Ekonomi Data

Tentu saja, model bisnis yang berbasis data ini tidak lepas dari kontroversi dan sisi gelap. Isu utamanya adalah privasi. Kita secara sukarela menukarkan privasi kita demi mendapatkan layanan gratis, seringkali tanpa sepenuhnya menyadari seberapa banyak data yang kita berikan. Selain itu, ada risiko keamanan data dari peretasan dan potensi manipulasi, di mana data yang sama bisa digunakan untuk tujuan politik, seperti yang terlihat pada skandal Cambridge Analytica.

Perdebatan mengenai etika pengumpulan dan penggunaan data ini menjadi topik sentral di dunia bisnis modern, seperti yang telah dibahas oleh Harvard Business Review di mana perusahaan bisa menyeimbangkan antara inovasi berbasis data dengan tanggung jawab etis terhadap privasi konsumen.

 

Pengolahan Data: Anda Adalah Produknya, Jadilah Pengguna yang Cerdas

Pada akhirnya, memahami bagaimana data jadi cuan adalah sebuah keharusan di era digital. Ini bukan untuk membuat kita menjadi paranoid dan berhenti menggunakan internet, melainkan untuk membuat kita menjadi pengguna yang lebih cerdas dan sadar. Di dalam ekonomi data, perhatian dan informasi pribadi kita adalah mata uang yang paling berharga. Dengan mengetahui bagaimana mata uang ini digunakan, kita bisa membuat pilihan yang lebih bijak tentang aplikasi apa yang kita instal, izin apa yang kita berikan, dan data apa yang kita bagikan secara sukarela. Di era ini, literasi data adalah bentuk baru dari pertahanan diri.

You may also like
Terungkap! AWS Pemesan Chip Samsung Senilai Rp 270 Triliun
Upin Ipin Universe Dikecam, Warga Malaysia Serukan Boikot
Perusahaan Ratusan Tahun Bangkrut karena Password Mudah Ditebak
Kronologi Allianz Life Dihack, Data 1,4 Juta Nasabah Bocor?